JAKARTA - Pemerintah mengalihkan subsidi BBM untuk tambahan anggaran bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun. Dengan pengalihan subsidi BBM tersebut, maka pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
Yakni, untuk jenis Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter dan solar dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo menegaskan, pengalihan subsidi BBM ini memprioritaskan kelompok ekonomi rentan, yakni kelompok masyarakat miskin dan hampir miskin. Hal ini dilakukan untuk menahan peningkatan angka kemiskinan dan menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga pangan dan energi.
“Di tengah krisis energi dan krisis pangan global, masyarakat di berbagai belahan dunia menghadapi dampak kenaikan harga pangan dan energi. Untuk itu perlindungan harus diprioritaskan kepada kelompok ekonomi rentan," kata Abraham, dikutip dari siaran pers KSP pada Senin (5/9).
Abraham mengatakan, pengalihan subsidi barang ke orang akan membuat alokasi anggaran menjadi lebih tepat sasaran. Ia mengungkapkan, selama ini subsidi barang lebih banyak dinikmati oleh kelompok ekonomi atas. Seperti subsidi BBM, di mana 70 persen lebih justru dirasakan oleh pemilik mobil-mobil pribadi.
"Dengan pengalihan subsidi langsung ke orang dalam bentuk bantuan sosial bisa lebih tepat menyasar masyarakat yang lebih membutuhkan," ujarnya.
Untuk memastikan bantuan sosial tepat sasaran, pemerintah telah melakukan beberapa perbaikan. Pertama, pembaharuan data sasaran atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang saat ini dilakukan per satu bulan dari sebelumnya yang hanya satu atau dua kali per tahun.
Kedua, meningkatkan transparansi penyaluran bansos, di mana masyarakat secara terbuka bisa mengecek melalui cekbansos.kemensos.go.id. Selain itu, ujar dia, pemerintah juga meningkatkan partisipasi keterlibatan publik melalui mekanisme usul-sanggah.
"Jadi masyarakat bisa memberikan usulan siapa yang belum mendapat bantuan namun dirasa layak dan juga bisa memberikan sanggahan siapa yang mendapat bantuan sosial namun dirasa tidak layak," ujar dia.
Abraham juga memastikan, seluruh data sudah padan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sehingga tidak ada ada data ganda ataupun data fiktif. “Sudah ada 126 juta data DTKS yang padan dengan NIK, 33 juta data yang sudah diperbaiki daerah, 16 juta data usulan baru, dan 3,5 juta data yang dicoret karena tidak layak," paparnya.
Seperti diketahui, pemerintah telah mengalihkan anggaran subsidi BBM untuk tambahan bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun. Bansos tersebut diwujudkan dalam tiga bentuk.
Pertama, berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 150 ribu untuk 20,65 juta kelompok keluarga penerima manfaat. Bantuan itu dibayarkan selama empat bulan.
Bansos kedua, berupa subsidi upah sebesar Rp 600 ribu per bulan yang diberikan kepada 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta. Selanjutnya, subsidi transportasi yang anggarannya diambilkan dari pemerintah daerah. Yakni, dua persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam konferensi pers bersama Presiden Joko Widodo menjelaskan, untuk pencairan BLT sebesar Rp 150 ribu akan dilakukan dalam dua tahap, yakni pada September dan Desember 2022, dengan nominal setiap tahapan sebesar Rp 300 ribu.
"Dari 20,5 juta KPM, saat ini yang sudah siap salur di PT Pos sebesar 18.486.756. Sisanya sedang proses cleansing," jelas Tri Rismaharini, Sabtu (3/9).***
Tidak ada komentar: